Jumat, 11 Mei 2012

Blended Learning

Apa Itu Blended Learning??

Istilah blended learning pada awalnya digunakan untuk menggambarkan mata kuliah yang mencoba menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online.

Dalam metodologi penelitian, digunakan istilah mixing untuk menunjukkan kombinasi antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Adapula yang menyebut di dalam pembelajaran adalah pendekatan eklektif, yaitu mengkombinasi berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Namun, pengertian pembelajaran berbasis blended learning adalah pembelajaran yang mengkombinasi strategi penyampaikan pembelajaran menggunakan kegiatan tatap muka, pembelajaran berbasis komputer (offline), dan komputer secara online (internet dan mobile learning).

Blended Learning Blended learning terdiri dari kata blended (kombinasi/ campuran) dan learning (belajar). Istilah lain yang sering digunakan adalah hybrid course (hybrid = campuran/kombinasi, course = mata kuliah). Makna asli sekaligus yang paling umum blended learning mengacu pada belajar yang mengkombinasi atau mencampur antara pembelajaran tatap muka (face to face = f2f) dan pembelajaran berbasis komputer (online dan offline).

Tujuan utama pembelajaran blended adalah memberikan kesempatan bagi berbagai karakteristik pebelajar agar terjadi belajar mandiri, berkelanjutan, dan berkembang sepanjang hayat, sehingga belajar akan menjadi lebih efektif, lebih efisien, dan lebih menarik.

Blended learning ini juga memiliki keunggulan dan kelemahan.
 Kelebihan Blended Learning:
  • Pembelajaran terjadi secara mandiri dan konvensional, yang keduanya memiliki kelebihan yang dapat saling melengkapi.
  • Pembelajaran lebih efektif dan efisien
  • Meningkatkan aksesbiltas. Dengan adanya blended learning maka peserta belajar semakin mudah dalam mengakses materi pembelajaran.
  Kelemahan blended learning :
  •   Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana dan prasarana tidak mendukung.
  • Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet. Padahal dalam blended learning diperlukan akses internet yang memadai, apabila jaringan kurang memadai akan menyulitkan peserta dalam mengikuti pembelajaran mandiri via online.
  • Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi.
  • Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet.
Testimoni : Menurut pendapat saya, blended learning ini memang merupakan metode pembelajaran yang bermanfaat bagi kita. Namun metode pembelajaran ini akan lebih bermanfaat apabila fasilitas yang tersedia memadai. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua aktivis memiliki fasilitas tersebut, seperti laptop atau gadget lainnya. Pada sistem blended learning ini, merupakan sistem pengajaran tatap muka namun menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya. Jadi, dalam metode pembelajaran blended learning ini, guru atau pengajar juga harus dapat menguasai materi, fasilitas, dan dapat mengontrol suasana belajar agar proses belajar dapat berjalan dengan baik dan kondusif. Lalu metode pembelajaran yang lebih baik digunakan adalah metode tatap muka saja atau metode online saja. Apabila ingin mengunakan metode blended learning, akan lebih baik bila sekolah atau tempat belajar telah menyediakan semua fasilitasnya agar pelajar tidak kesusahan mencari fasilitas lagi dan proses belajar mengajar pun akan berlangsung dengan baik dan efektif. ;D

Minggu, 06 Mei 2012

Tugas Kelompok SLB B ( Tunarungu)

Anggota Kelompok :

1.     Gustrispa N. Sirait ( 11 – 035 )
2.     Fera ( 11 – 037 )
3.     Dina Maharani Trg ( 11 – 055 )
4.     Fania Hutagalung ( 11 – 081 )
5.     Rossie Janette G. G ( 11 – 087 )
6.     Dinarti Utari ( 11 - 093  )
7.     Chindy            ( 11 – 097 )
8.     Fonds Novel ( 11 – 105 )
9.     Dhara Puspita Hrp ( 11 – 113 )
10.  Shellani Raudoh ( 11 – 115 )
   
Pendidikan bagi Tunarungu
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran atau kehilangan pendengaran yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indra pendengaran, baik permanen maupun tidak permanen sehingga dibutuhkan suatu layanan pendidikan khusus. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1.     Gangguan pendengaran sangat ringan ( 27 – 40 dB )
2.     Gangguan pendengaran ringan ( 41 – 55 dB )
3.     Gangguan pendengaran sedang ( 56 – 70 dB )
4.     Gangguan pendengaran berat ( 71 – 90 dB )
5.     Gangguan pendengaran ekstrem/tuli ( di atas 91 dB )
Berhubung karena memiliki hambatan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
            Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi / terpadu.
1.     Sistem segregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung.
2.     Sistem pendidikan integrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus
Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak mendengar/normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu :
1.     Pendekatan Auditori Verbal : mengajarkan seorang anak untuk menggunakan pendengaran disediakan oleh alat bantu dengar atau implan koklea untuk memahami berbicara dan belajar untuk berbicara. Anak diajarkan untuk mengembangkan pendengaran sebagai akal aktif.
2.     Pendekatan Auditori Oral : pengajaran dilakukan dalam dua tahapan yang saling melengkapi, yaitu tahapan fonetik (mengembangkan keterampilan menangkap suku-suku kata secara terpisah-pisah) dan tahapan fonologik ( mengembangkan keterampilan memahami kata-kata, frase, dan kalimat ).
Yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam memberikan pembelajaran pada anak tunarungu :
a.     Tidak berbicara membelakangi anak
b.     Anak hendaknya duduk atau berada di bagian paling depan kelas
c.     Bila hanya sebagaian telinganya yang tuna rungu, tempatkan anak sehingga telinga yang masih berfungsi dengan baik, dekat dengan guru
d.     Perhatikan postur anak
e.     Dorong anak selalu memperhatikan wajah guru
f.      Berbicara dengan volume biasa, tetapi gerakan bibirnya harus jelas
Anak tunarungu yang bersekolah di sekolah umum tidak selalu lebih baik kualitas hidupnya dari pada anak yang bersekolah di SLB, karena banyak anak-anak jebolan SLB yang berhasil menjadi seorang profesional bekerja secara formal, begitu juga sebaliknya.. Jadi, sekolah umum atau SLB bukan hal yang perlu dipermasalahkan asal pilihan orang tua sesuai dengan kemampuan anak. Dan tugas sebagai orang tua untuk terus membimbing, menemukan bakat serta potensi agar anak siap di kehidupan yang akan datang.
Sumber :

Jumat, 04 Mei 2012

Pendidikan Anak Luar Biasa


Malam ini, saya akan membahas tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan anak berkebutuhan khusus sering juga disebut pendidikan luar biasa.
Apa itu Pendidikan Luar Biasa ?
Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi anak-anak yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan Luar Biasa adalah program pembelajaran yang di siapkan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa. Contohnya adalah seorang anak yang kurang dalam penglihatan memerlukan buku yang hurufnya diperbesar.

Hukum telah menentukan bahwa sekolah harus melayani semua anak, baik yang normal maupun yang mengalami gangguan. Pada pertengahan 1960-an dan 1970-an, anggota dewan perwakilan, pengadilan federal dan kongres AS mengakui hak anak yang menderita gangguan untuk mendapatkan pendidikan khusus.

Di Indonesia sejarah perkembangan Pendidikan Luar Biasa dimulai ketika belanda masuk ke Indonesia pada tahun 1596-1942. Mereka memperkenalkan sistem sekolah dengan orientasi barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak penyandang cacat di buka lembaga –lembaga khusus.
Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru menurut Kauffman dan Hallahan antara lain sebagai berikut :
·         - Anak tunanetra
·         - Anak tunarunguwicara
·         - Tunagrahita ( mental retardation )
·         - Anak berkesulitan belajar ( learning disabilities )
·         - Anak tunalaras
·         - Anak tunadaksa ( physical disability )
·         - Anak tunaganda ( multiple handicapped )
·         - Anak berbakat ( gifted and special talents )

Anak tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan penglihatan atau ketidak fungsiannya indra penglihatan secara normal sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus.Bervariasinya kelainan penglihatan pada anak tunanetra, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menentukan apa yang dibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan keadaannya.

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran atau kehilangan pendengaran yang diakibatkan oleh ketidak fungsinya sebagian atau seluruh indra pendengaran dimana tingkat ketajaman pendengarannya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga dibutuhkan suatu layanan pendidikan khusus.

Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan intelegensi di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
klasifikasi menurut tingkat kecerdasan :
IQ antara 51 s/d 70 termasuk tunagrahita ringan ( mampu didik/debil )
anak ini mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja.
IQ antara 31 s/d 50 termasuk tunagrahita sedang ( mampu latih/embisil )
anak ini mempunyai kemampuan intelektual dan adaptasi perilaku di bawah tunagrahita ringan.
IQ di bawah 30 termasuk tunagrahita berat ( mampu rawat / idiot ) dan sangat berat.
Anak ini sulit mencapai keterampilan hidup yang diharapakan secara normal.

Anak tunadaksa adalah anak yang mengalami cacat tubuh/kerusakan tubuh atau anak yang mengalami gangguan fisik dan kesehatan dari tingkat ringan sampai dengan tingkat berat dan sangat berat

Anak tunalaras adalah anak yang berumur antara 6-17 tahun dengan karakteristik bahwa anak tersebut mengalami gangguan/hambatan emosi dan berkelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga,sekolah dan masyarakat.
Tunalaras ada 4 jenis yaitu :
·         - Tunalaras social ( socially maladjustek ) = anak yang tidak dapat menyesuaikan diri secara social, kita sebut dengan anak nakal.
·         - Tunalaras emosi ( emotional disturbed ) = anak yang mengalami gangguan emosi seperti terlalu penakut, penalu dan minder yang berlebihan.
·         - Hiperaktif adalah anak yang aktifitasnya berlebihan anak sulit untuk diam dan tidak konsentrasi
·         - Autis adalah anak yang hidup didunianya sendiri sehingga anak tersebut terputus komunikasinya dengan lingkungannya.

Anak berkesulitan belajar (Learning disability) Anak yang berprestasi rendah (underachievers) umumnya kita temui disekolah karena mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku.

Anak berbakat adalah anak yang menunjukkan fakta adanya kemampuan penampilan yang tinggi dalam bidang-bidang intelektual, kreatif, seni, kapasitas tinggi dalam bidang-bidang akademik khusus, dan yang memerlukan pelayanan-pelayanan atau aktifitas-aktifitas yang tidak bisa disediakan oleh sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh.

Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan mengenai pendidikan anak-anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental. Undang-undang itu menyebutkan bahwa pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak tersebut pasal 8 yang mengatakan : semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan sudah berumur 8 tahun di wajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun. Dengan di berlakukannya undang-undang tersebut   maka sekolah-sekolah baru yang  khusus bagi anak-anak penyandang cacat, termasuk anak tuna daksa dan tuna laras, sekolah ini disebut Sekolah Luar Biasa (SLB).
Sebagian berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
(1) SLB bagian A untuk anak tuna netra
(2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu
(3) SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
(4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa
(5) SLB bagian E untuk anak tuna laras
(6) dan SLB bagian G untuk anak cacat ganda

Sekian penjelasan dari saya, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.. ;) \n.n/